JAKARTA – Pembuat alat pembatas kecepatan atau yang lebih dikenal polisi tidur harus memiliki izin.
Kelengkapan tambahan jalan itu juga wajib dibuat sesuai aturan dan memerhatikan keselamatan pengguna jalan seperti tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM.3 Tahun 1994 Tentang Alat Pengendali dan Pengaman Pemakai Jalan.
Umumnya di jalan-jalan banyak sekali ditemui polisi tidur gadungan yang berpotensi bikin celaka. Pertanyaan besar pertama apa fungsi sebenarnya polisi tidur seperti itu. Lantas pertanyaan kedua, siapa yang buat?
Jika tujuannya agar pengemudi kendaraan bermotor melambat itu tepat, tapi jadi salah kalau dibuat tanpa izin karena pemerintah punya manajemen dan rekayasa lalu lintas. Selain itu, karena tidak memerhatikan acuan desain resmi malah bentuk dan posisinya jadi penyebab kecelakaan.
Hal itu berlaku bukan hanya untuk jalan arteri tapi juga sampai ke jalanan sekitar perumahan atau komplek yang termasuk jalan kelas IIIC. Definisi kelas IIIC yakni jalan lokal yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak lebih dari 2,1 m, panjang 9 m, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan delapan ton.
Pada beberapa kondisi, jalan perumahan dibuatkan banyak polisi tidur atas keputusan warga. Alasan pembuatan bisa macam-macam, tapi paling sering perihal kecepatan kendaraan dan bising kendaraan yang mengganggu. Sekali lagi, hal ini tidak dibenarkan bila melanggar aturan.
Keselamatan berkendara
Aturan tetaplah aturan, bukan berarti membela kepentingan pengguna jalan lantas tidak peduli pada masyarakat yang lain. Namun ini menyangkut nyawa seseorang, terutama buat pengendara sepeda motor dengan dua roda yang bergantung pada keseimbangan.
Pada banyak kasus, pesepeda motor terjatuh sebab tidak siap “tersandung” polisi tidur “gaib” yang bikin kaget.
Bisa dituntut
Menurut hukumonline.com khusus untuk wilayah Jakarta, pembuat polisi tidur gadungan bisa dilaporkan sebab ketentuannya diperkuat Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta 12/2003 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Kereta Api, Sungai, dan Danau Serta Penyebarangan Jalan. Dalam Perda tersebut polisi tidur tertulis tanggul pengaman jalan.
Pada Pasal 53 (b) dijelaskan setiap orang tanpa izin dari Kepala Dinas Perhubungan dilarang membuat atau memasang tanggul pengaman jalan dan pita penggaduh (speed trap).
Pelanggar akan dikenakan pidana kurungan paling lama tiga bulan atau denda maksimal Rp 5 juta seperti tertulis pada Pasal 105 (1).
Selain itu ketentuan tentang tanggul juga tertuang dalam Perda DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 Tentang Ketertiban Umum. Pada Pasal 3 dijelaskan kecuali dengan izin Gubernur atau pejabat yang ditunjuk, setiap orang atau badan dilarang (b) membuat atau memasang tanggul jalan.
Satpol PP
Menurut Bintarto Agung, Presiden Direktur Indonesia Defensive Driving Center, polisi tidur gadungan yang berbahaya bisa dilaporkan lebih dulu ke pihak RT dan RW untuk mendapat penjelasan soal izin. Setelah itu laporan bisa diteruskan ke pihak berwenang.
“Polisi tidur itu sebagai pengingat apa malah bikin celaka. Seharusnya memang ada sosialisasi berkesinambungan dari dinas terkait, sebab tidak semua RT atau RW paham (soal aturan polisi tidur),” kata Bintarto.
Menurut hukumonline lagi, bila segala jalan telah ditempuh, termasuk melapor ke RT dan ingin menyelesaikan secara kekeluargaan, tetapi tidak ada penyelesaian laporan bisa ditujukan kepada penegak Perda yakni Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).
(KOMPAS.COM)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar